DPR-RI Harus Segera Revisi UU Jalan Tol

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendesak kepada Komisi V DPR-RI untuk segera merevisi Undang-Undang No. 38 tahun 2004 tentang jalan yang dianggap merugikan masyarakat pengguna jalan tol.

"Selama ini masyarakat dipihak yang pasrah karena dengan berlindung kepada undang-undang tersebut pemerintah secara otomatis menaikan tarif jalan tol," kata Ketua Harian YLKI, Sudaryatmo saat dihubungi, Selasa.

Sudaryatmo mengatakan, DPR-RI sebaiknya merevisi saja undang-undang tersebut terutama pada pasal 48 butir 3 yang menyebutkan tarif jalan tol disiapkan setiap dua tahun sekali mengacu kepada angka inflasi.

Kementerian PU dengan dalih tidak melanggar undang-undang setiap tahun menetapkan besaran tarif, tidak peduli dengan kondisi masyarakat pengguna jalan yang setiap hari menggunakan jalan tol.

Sudaryatmo mengatakan, sistem kenaikan tarif seperti ini membuat operator jalan tol menjadi tidak efisien karena mereka sudah yakin setiap dua tahun tarif akan dinaikan pemerintah.

Sebagai contoh jumlah personil operator tol sebelum naik 25, namun setelah naik pasti tidak berubah jumlah personilnya pasti masih sebanyak itu, padahal seharusnya ditambah untuk meningkatkan pelayanan, ujar dia.

Sudaryatmo juga menyoroti standar pelayanan minimum yang dipakai pemerintah sebagai acuan kenaikan tarif, dalam butir-butir di dalamnya lebih mengatur soal fisik jalan tol.

"Peraturan yang dibuat di dalam SPM sama sekali tidak berprespektif terhadap konsumen pengguna jalan tol," ujar dia.

Sebagai contoh alat ukur pemenuhan SPM bukan dilihat dari panjang antrian kendaraan akan tetapi kecepatan transaksi di Gerbang Tol (maksimal 8 detik), ungkap dia.

Masyarakat juga tidak mendapat kompensasi kerugian apabila akibat dari kesalahan operator terjadi antrian kendaraan sangat panjang di gerbang tol.

Dia mencontohkan pernah terjadi kesulitan uang renceh yang mengakibatkan antrian kendaraan, serta kasus lain operator terkadang tidak membuka penuh gerbang tol meskipun antrian sudah sangat panjang.

SPM sendiri selama ini hanya melihat kondisi fisik seperti banyaknya kendaraan layanan seperti ambulance, tetapi tidak melihat kecepatan dalam memberikan pertolongan apabila terjadi keadaan darurat (respon time), ujar dia.

Sudaryatmo minta agar dalam peraturan mendatang keberadaan BPJT (Badan Pengatur Jalan Tol) tidak lagi melekat kepada eksekutif (Menteri Pekerjaan Umum), harus lepas sehingga lebih objektif dalam memberikan penilaian.

"Saya melihat undang-undang jalan ketika itu dibuat terburu-buru sehingga mengabaikan aspek tata kelola pemerintahan yang baik (GCG)," ujar dia.

Dia berharap DPR dapat segera merealisasikan hal ini, kalau memang berpihak kepada masyarakat undang-undang jalan sebaiknya ditarik lagi dan dilakukan revisi terutama terkait pengenaan tarif secara otomatis.
Sumber ANTARA News

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 
© Copyright 2011. Informasi Jalan Tol . All rights reserved | tollroad.blogspot.com is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com - zoomtemplate.com